pandangan bk di sekolah
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Melihat sejarah perkembangannya,
bimbingan konseling berawal di Amerika Serikat yang dipelopori oleh seorang
tokoh besar yaitu Frank Parson melalui gerakan yang terkenal yaitu guidance
movement (gerakan bimbingan). Awal kelahiran gerakan ini dimaksudkan sebagai
upaya mengatasi semakin banyaknya veteran perang yang tidak memiliki peran.
Oleh karena itu, Frank Person berupaya memberi bimbingan vocational sehingga
veteran-veteran tersebut tetap dapat berkarya sesuai kondisi mereka.
Selanjutnya, gerakan ini berkembang tidak semata pada bimbingan vocational,
tapi meluas pada bidang-bidang lain yang akhirnya masuk pula dalam pendidikan
formal
Kegiatan “bimbingan” pada hakekatnya
telah berakar dalam seluruh kehidupan dan perjuangan bangsa indonesia. Akan
tetapi patut di akui bahwa bimbingan yang bersifat ilmia dan profesional masih
belum berkembang secara mantap atas dasar falsafa pancasila. Secara bertahap
kita sedang berusaha menonjolkan hal itu. Berikut ini akan di bahas mengenai
perkembangan usaha bimbingan dalam pendidikan di indonesia sebelum kemerdekaan,
dekade 40-an, dekade 50-an, dekade 60-an, dekade 70-an dan dekade 80-an.
Masing-masing dekade mempunyai karakteristik tertentu sesuai dengan situasi dan
keadaan pada masing-masing dekade.
Dari
bahasa di atas kiranya cukup jelas bahwah kegiatan bimbingan pada hakekatnya
merupakan bagi yang tidak terpisahkan dari kegiatan pendidikan serta
keseluruhan . Bimbingan mempunyai peran yang amat penting dan setrategis dalam
perjalanan bangsa indonesia secara keseluruhan. Sejak sebelum kemerdekaan,
setelah kemerdekaan apa lagi pada era pembangunan nasional, bimbingan mempunyai
peranan dalam upaya perwujukan manusia-manusia indonesia.
B.
Rumusan
Masalah
1. Telaah
Kritis Atas Kebijakan Penyelenggaraan Bk Disekolah?
2. Beban Kerja Minimum Guru Bimbingan dan
Konseling/Konselor?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Telaah
Kritis Atas Kebijakan Penyelenggaraan Bk Disekolah
1.
Sejarah
Lahirnya Bk Di Awali Di Amerika
Di Amerika awal sejarah bimbingan dimulai pada
permulaan abad ke-20 dengan didirikannya suatu “voctional bureau” tahun 1908
oleh frank parsons, yang untuk selanjutnya dikenal dengan nama “the father of
guenca” yang menekankan pentingnya setiap individu di berikan pertolongan agar
mereka dapat mengenal atau memahami berbagai kekuatan dan kelemahan yang ada
pada dirinya dengan tujuan agar dapat dipergunakan secara inteligen dalam
memilih pekerjaan yang tepat bagi dirinya.
schmidt (1993) mengemukakan perkembangan
bimbingan dan konseling di Amerika serikat sebagai berikut : ‘Profesi bimbingan dan konseling masuk ke
sekolah-sekolah amerika pada awal abad ke-20. Sampai dengan waktu ini, pada
guru kelas menyajikan bantuan yang dibutuhkan siswa dalam bidang pendidikan,
sosial, pribadi, dan karier. Terhambatnya profesi bimbingan dan konseling masuk
ke sekolah-sekolah Amerika karena sekolah sangat selektif menerima para siswa’.
Dalam pendidikan formal, bimbingan (dan
konseling) dimaksudkan sebagai upaya untuk membantu siswa (peserta didik)
mencapai titik optimal perkembangan mereka. Pencapaian-pencapaian itu dilakukan
oleh petugas yang (di Indonesia) dikenal dengan sebutan guru pembimbing atau
guru BK (bimbingan dan konseling), di Amerika Serikat dikenal dengan sebutan
konselor sekolah. Dalam mencapai tujuan tersebut guru pembimbing melakukan
berbagai upaya. Salah satu upaya yang sekaligus menjadi ujung tombak dari
keseluruhan kegiatan bimbingan adalah kegiatan konseling.
Kegiatan konseling tidak bisa dilakukan
oleh sembarang orang. Dalam arti untuk melakukan kegiatan ini dibutuhkan
kemampuan (keterampilan) khusus tentang praktik konseling, karena kegiatan
konseling bukan kegiatan menasihati, memarahi, atau sekadar obrolan ”omong
kosong”. Pelatihan-pelatihan konseling yang diberikan pada (bimbingan
konseling) sedikit banyak memecah kekacauan pandangan dan tindakan tentang
tugas-tugas pembimbing bahkan keberadaan bimbingan konseling itu sendiri.
Karakteristik seperti itu menjadikan guru pembimbing atau guru bimbingan dan
konseling memiliki tipe kerja tersebut, yang seandainya disamakan dengan
guru-guru bidang studi lain akan jauh berbeda. Sebenarnya antara guru
pembimbing dengan guru-guru bidang studi memiliki kesamaan yaitu dalam visi dan
misi pendidikan.
Sementara strategi yang ditempuh yang
menjadikan mereka tampak berbeda. Guru bidang studi banyak berinteraksi dengan
peserta didik di ruang kelas, melaksanakan semua instrumen kegiatan belajar
mengajar. Sementara guru pembimbing lebih banyak berkecimpung dalam proses konseling
yang semuanya itu dilakukan tidak secara klasikal dengan memakai ruang kelas.
Guru pembimbing lebih akan memakai pendekatan yang bersifat individual
dan”santai”.
2.
Bimbingan
Konseling di Indonesia
Sejarah
lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari dimasukkannya
Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada setting
sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu
hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian
menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 &; 24 Agustus 1960. Perkembangan
berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan
dan Penyuluhan.
Tahun 1971 beridiri Proyek Perintis
Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta,
IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan
IKIP Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga
berhasil disusun Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan
pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas didalamnya
memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.
Kurikulum 1975 berisi layanan
Bimbingan dan Konseling sebagai salah satu dari wilayah layanan dalam sistem
persekolahan mulai dari jenjang SD sampai dengan SMA, yaitu pembelajaran yang
didampingi layanan Manajemen dan Layanan Bimbingan dan Konseling. Pada tahun
1976, ketentuan yang serupa juga diberlakukan untuk SMK. Dalam kaitan inilah,
dengan kerja sama Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP
Malang, pada tahun 1976 Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan pelatihan dalam penyelenggaraan
pelayanan bimbingan dan konseling untuk guru-guru SMK yang ditunjuk. Tindak
lanjutnya memang tidak diketahui perkembangannya, karena para kepala SMK kurang
memberikan ruang gerak bagi alumni pelatihan Bimbingan dan Konseling tersebut
untuk menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling sekembalinya mereka ke
sekolah masing-masing. Dan dengan penetapan jurusan yang telah pasti sejak
kelas I SMK, memang agak terbatas ruang gerak yang tersisa, misalnya untuk
melaksanakan layanan bimbingan karier.
Meskipun ketentuan
perundang-undangan belum memberikan ruang gerak, akan tetapi karena didorong
oleh keinginan kuat untuk memperkokoh profesi konselor, maka dengan diplopori
oleh para pendidik konselor yang bertugas sebagai tenaga akademik di beberapa
LPTK, pada tanggal 17 Desember 1975 di
Malang didirikanlah Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI), yang menghimpun
konselor lulusan Program Sarjana Muda dan Sarjana yang bertugas di sekolah dan
para pendidik konselor yang bertugas di LPTK, di samping para konselor yang
berlatar belakang bermacam - macam yang secara de facto bertugas sebagai guru
pembimbing di lapangan.
Ketika
ketentuan tentang Akta
Mengajar diberlakukan, tidak ada
ketentuan tentang ”Akta Konselor”. Oleh karena itu, dicarilah jalan ke luar
yang bersifat ad hoc agar konselor lulusan program studi Bimbingan dan
Konseling juga bisa diangkat sebagai PNS, yaitu dengan mewajibkan mahasiswa
program S-1 Bimbingan dan Konseling untuk mengambil program minor sehingga bisa
mengajarkan 1 bidang studi. Dalam hal itu IPBI tetap mengupayakan kegiatan
peningkatan profesionalitas anggotanya antara lain dengan menerbitkan
Newsletter sebagai wahana komunikasi profesional meskipun tidak mampu terbit
secara teratur, di samping mengadakan pertemuan periodik berupa konvensi dan
kongres.
Untuk jenjang SD, pelayanan bimbingan dan
konseling belum terwujud sesuai dengan harapan, dan belum ada konselor yang
diangkat di SD, kecuali mungkin di sekolah swasta tertentu, tetapi pelaksanaan
bimbingan dilakukan secara inplisit dalam program pendidikan. Untuk jenjang
sekolah menengah, posisi konselor diisi seadanya termasuk, ketika SPG di-phase
out mulai akhir tahun 1989, sebagian dari guru-guru SPG yang tidak
diintegrasikan ke lingkungan LPTK sebagai dosen Program D-II PGSD, juga
ditempatkan sebagai guru pembimbing, umumnya di SMA.
Di awal tahun 1960, muncul tenaga
konselor di SD, yang kemudian pada tahun 1975, berdasarkan hukum publik 94-145,
Pemerintah Amerika,menyediakan dana khusus untuk melayani anak-anak penyandang
cacat,sehingga banyak daerah yang memasukkan tenaga Konselor di sekolah-sekolah
terutama tingkat dasar dan menengah.Pengaruh kuat lainnya datang dari
organisasi profesi, yaitu: Asosiasi Konseling Amerika (ACA),Asosiasi Konselor
Sekolah Amerika (ASCA), dan Asosiasi Pendidikan Konselordan Supervisi (ACES)
(Wittmer, 1993). Para anggota organisasi ini berupaya menggerakkan para
profesional untuk mengembangkan aturan-aturan seperti program akreditasi dan
sertifikasi. Sehingga secara berangsur-angsur konseling sekolah menjadi lebih
profesional, dan utuh baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
Dengan diberlakukannya Kurikulum 1994,
mulailah ada ruang gerak bagi layanan ahli bimbingan dan konseling dalam sistem
persekolahan di Indonesia, sebab salah satu ketentuannya adalah mewajibkan tiap
sekolah untuk menyediakan 1 (satu) orang konselor untuk setiap 150 (seratus
lima puluh) peserta didik, meskipun hanya terealisasi pada jenjang pendidikan
menengah.Sejumlah hal dilakukan sebagai konsolidasi profesi sehingga Bimbingan
dan konseling menjadi profesi yang utuh dan berwibawa antara lain kata
penyuluhan menjadi konseling, BK di sekolah hanya dilakukan oleh guru Pembimbing,
dan lain sebagainya. Pada tahun 2001 dalam kongres di Lampung Ikatan Pertugas
Bimbingan Indonesia (IPBI) berganti nama menjadi Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia (ABKIN).
3.
Perkembangan
bimbingan dan konseling sebelum kemerdekaan
Masa ini merupakan masa penjajahan
Belanda dan Jepang, para siswa dididik untuk mengabdi demi kepentingan
penjajah. Dalam situasi seperti ini, upaya bimbingan dikerahkan. Bangsa Indonesia
berusaha untuk memperjuangkan kemajuan bangsa Indonesia melalui pendidikan.
Salah satunya adalah taman siswa yang dipelopori oleh K.H. Dewantara yang
menanamkan nasionalisme di kalangan para siswanya. Dari sudut pandang
bimbingan, hal tersebut pada hakikatnya adalah dasar bagi pelaksanaan
bimbingan.
1. Dekade 40-an
Dalam
bidang pendidikan, pada dekade 40-an lebih banyak ditandai dengan perjuangan
merealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Melalui pendidikan yang serba
darurat manakala pada saat itu di upayakan secara bertahap memecahkan masalah
besar anatara lain melalui pemberantasan buta huruf. Sesuai dengan jiwa
pancasila dan UUD 45. Hal ini pulalaah yang menjadi fokus utama dalam bimbingan
pada saat itu.
2. Dekade 50-an
Bidang
pendidikan menghadapi tentangan yang amat besar yaitu memecahkan masalah
kebodohan dan keterbelakangan rakyat Indonesia. Kegiatan bimbingan pada masa
dekade ini lebih banyak tersirat dalam berbagai kegiatan pendidikan dan benar
benar menghadapi tantangan dalam membantu siswa disekolah agar dapat
berprestasi.
3. Dekade 60-an
Sejarah
lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia pada dekade ini diawali dari
dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada
setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan
salah satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat
FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 – 24 Agustus 1960.
Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP
Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan.
Beberapa
peristiwa penting dalam pendidikan pada dekade ini :
a) Ketetapan
MPRS tahun 1966 tentang dasar pendidikan nasional
b) Lahirnya
kurikulum SMA gaya Baru 1964
c) Lahirnya
kurikulum 1968
d) Lahirnya
jurusan bimbingan dan konseling di IKIP tahun 1963
Keadaan
di atas memberikan tantangan bagi keperluan pelayanan bimbinga dan konseling
disekolah.
4. Dekade 70-an
Dalam
dekade ini perkembangan bimbingan dan konseling dapat terlihat dari rentetan
point berikut:
a) Dalam
dekade ini bimbingan di upayakan aktualisasi nya melalui penataan legalitas
sistem, dan pelaksanaannya. Pembangunan pendidikan terutama diarahkan kepada
pemecahan masalah utama pendidikan yaitu :
1. Pemerataan
kesempatan belajar,
2. Mutu,
3. Relevansi,
dan
4. Efisiensi.
b) Pada
dekade ini, bimbingan dilakukan secara konseptual, maupun secara operasional.
Melalui upaya ini semua pihak telah merasakan apa, mengapa, bagaimana, dan
dimana bimbingan dan konseling.
c) Tahun
1971 beridiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP
yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang,
IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan
Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan
Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan “pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk
Sekolah Menengah Atas didalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.
d) Tahun
1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP
(setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di
sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari tamatan
S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan
di sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan
Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal diakui
tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menp an/1989 tentang Angka Kredit
bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di
dalam Kepmen tersebut ditetapkan secara resmi adanya kegiatan pelayanan
bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih
belum jelas seperti pemikiran awal untuk mendukung misi sekolah dan membantu
peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan mereka.
5. Dekade 80-an
Pada
dekade ini, bimbingan ini diupayakan agar mantap. Pemantapan terutama
diusahakan untuk menuju kepada perwujudan bimbingan yang professional. Dalam
dekade 80-an pembangunan telah memasuki Repelita III, IV, dan V yang ditandai
dengan menuju lepas landas.
Beberapa
upaya dalam pendidikan yang dilakukan dalam dekade ini:
a. Penyempurnaan
kurikulum
b. Penyempurnaan
seleksi mahasiswa baru
c. Profesionalisasi
tenaga pendidikan dalam berbagai tingkat dan jenis
d. Penataan
perguruan tinggi
e. Pelaksnaan
wajib belajar
f. Pembukaan
universitas teruka
g. Ahirnya
Undang – Undang pendidikan nasional
Beberapa
kecenderungan yang dirasakan pada masa itu adalah kebutuhan akan
profesionalisasi layanan, keterpaduan pengelolaan, sistem pendidikan konselor,
legalitas formal, pemantapan organisasi, pengmbangan konsep – konsep bimbingan
yang berorientasi Indonesia, dsb.
6. Dekade
90-an
Sampai
tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas,
parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat
dengan BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengananak yang
bermasalah, kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak
orang tua terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah.
Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan dan Konseling di
sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK
Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan
diganti menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan dilaksanakan oleh Guru
Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah
mulai jelas.
4.
Bimbingan
berdasarkan pancasila
Bimbingan mempunyai peran yang amat
penting dan strategis dalam perjalanan bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Manusia Indonesia yang dicita-citakan adalah manusia pancasila dengan ciri-ciri
sebagaimana yang terjabar dalam P-4 sebanyak 36 butir bagi bangsa Indonesia, pancasila merupakan dasar
Negara, pandangan hidup, kepribadian bangsa dan idiologi nasional. Sebagai
bangsa, pancasila menuntut bangsa Indonesia mampu menunjukkan ciri-ciri
kepribadiannya ditengah-tengah pergaulan dengan bangsa lain. Bimbingan sebagai
bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan dan mempunyai tanggung jawab yang
amat besar guna mewujudkan manusia pancasila karena itu seluruh kegiatan
bimbingan di Indonesia tidak lepas dari pancasila.
B. Beban
Kerja Minimum Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor
Berdasarkan surat keputusan bersama Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan dengan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor
0433/p/1993 dan No. 25/1993, penghargaan jam kerja konselor ditetapkan 36 jam
per minggu dengan beban tugas meliputi penyusunan program (dihargai 12 jam),
pelaksanaan layanan (18 jam) dan evaluasi (6 jam).
Beban kerja guru bimbingan dan konseling/konselor
adalah mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh)
peserta didik dihargai 24 jam dan paling banyak 250 (dua ratus lima puluh)
peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan yang
dilaksanakan dalam bentuk layanan tatap muka terjadwal di kelas untuk layanan
klasikal dan/atau di luar kelas untuk layanan perorangan atau kelompok bagi
yang dianggap perlu dan yang memerlukan. Sedangkan beban kerja guru yang diberi
tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah membimbing 40 (empat puluh)
peserta didik dan guru yang diberi tugas tambahan sebagai wakil kepala
sekolah/madrasah membimbing 80 (delapan puluh) peserta.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Di Amerika awal sejarah bimbingan
dimulai pada permulaan abad ke-20 dengan didirikannya suatu “voctional bureau”
tahun 1908 oleh frank parsons, yang untuk selanjutnya dikenal dengan nama “the
father of guenca” yang menekankan pentingnya setiap individu di berikan
pertolongan agar mereka dapat mengenal atau memahami berbagai kekuatan dan
kelemahan yang ada pada dirinya dengan tujuan agar dapat dipergunakan secara
inteligen dalam memilih pekerjaan yang tepat bagi dirinya.
Bimbingan dan Konseling telah terbentuk
jauh sebelum era kemerdekaan, dari bimbingan itulah siswa dipupuk untuk
merealisasikan cita-cita bangsa, yaitu kemerdekaan. Setelah kemerdekaan
Bimbingan dan Konseling dalam system pendidikan Indonesia mengalami beberapa
perubahan nama. Pada kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan
(BP), kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan
Konseling (BK) sampai dengan sekarang. Layanan BK sudah mulai dibicarakan di
Indonesia sejak tahun 1962. Namun BK baru diresmikan di sekolah di Indonesia
sejak diberlakukan kurikulum 1975. Kemudian disempurnakan ke dalam kurikulum
1984 dengan memasukkan bimbingan karir didalamnya. Perkembangan BK semakin
mantap pada tahun 2001.
Kemudian kegiatan bimbingan pada
hakekatnya merupakan bagi yang tidak terpisahkan dari kegiatan pendidikan serta
keseluruhan . Bimbingan mempunyai peran yang amat penting dan setrategis dalam
perjalanan bangsa indonesia secara keseluruhan. Sejak sebelum kemerdekaan,
setelah kemerdekaan apa lagi pada era pembangunan nasional, bimbingan mempunyai
peranan dalam upaya perwujukan manusia-manusia indonesia. manusia pancasila
merupakan dasar dan tujuan bagi suksesnya pembngunan nasional.
B.
Saran
Apabila di dalam penulisan makalah ini
masih terdapat kekurangan dan kesalahan mohon untuk dimaafkan. Penulis sangat
mengharapkan kritik dan sarannya dari Dosen Pembimbing serta rekan-rekan
mahasiswa, agar dalam pembuatan makalah berikutnya dapat menjadi baik dan
benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar